Thursday 11 June 2015

Pria dengan Sebuket Mawar Segar di Tangan. Bagian Dua.

Pagi itu aku hanya bilang padamu aku tidak enak badan. Sambil lalu. Hanya. Tak ada niat apapun jua. Mungkin tubuhku memang sedang protes, atau mungkin pikiranku terlalu penuh  sehingga tubuhku mengirim sinyal darurat minta istirahat. Tapi aku tak peduli kenapa yang mana. Kau juga. Yang jelas aku sakit. Sudah. Itu saja faktanya.

Dan karena sepotong pesan itu, seharian kau menghujaniku dengan sejuta tanya yang tak pernah terlontar darimu di hari biasa. Dan ada sesuatu yang membuatku tersenyum saat perlahan aku membalas pesanmu yang membanjir. Terselip di antara tanya yang terlempar, ada sedikit rasa marah yang tersampaikan.

Kau marah padaku karena kelalaianku.

Aku tahu amarahmu bukan hal yang mudah menyala. Maka, salahkah aku jika aku diam-diam bahagia dengan kemarahanmu itu? Sungguh, aku ingin sesekali kau marahi atas kesalahanku, karena aku tahu tak selalu aku berjalan lurus, dan sering pula aku melebihi batas kecepatan.

Seakan kau belum cukup membuatku tersenyum sendirian, tiba-tiba saja kau menanyaiku, "Kau mau apa? Nanti aku mampir, akan kubawakan."

Pertanyaan sederhana yang mungkin terdengar biasa saja. Tapi tidak bagiku yang mendengarnya darimu, karena aku tahu bertanya seperti itu membuatmu sendiri tersipu.

Ya. Bicara denganmu sungguh tidak baik untuk jantungku. Selalu ada hal yang kau lakukan yang membuat jantungku skip a beat, lagi dan lagi.

Kau juga tahu aku lemah dalam bercerita. Maka dengan caramu sendiri, tanpa aku bicara pun, kau bisa memahami tentang isi kepalaku yang terlalu ruwet untuk diurai. Dengan caramu, kau membuat semuanya menjadi jelas apa yang harus kuprioritaskan, apa yang harus kulakukan. Dan dengan caramu pula, kau meyakinkanku bahwa aku bisa.

Ah.
Pria dengan sebuket mawar merah segar di tangan, sungguh bertemu denganmu adalah sebuah keajaiban. Dan dirimu seperti sekumpulan keajaiban-keajaiban kecil, yang semoga saja bisa mengarahkanku.



#NulisRandom2015
#Day11

No comments:

Post a Comment